BUDIDAYA CACING LUMBRICUS





Tahap awal untuk melakukan ternak atau budidaya cacing tanah lumbricus rubellus kita harus menyediakan media atau sarang untuk bibit cacing, media perlu diukur PH tanah dengan kertas lakmus dan suhu dengan thermometer, untuk mengetahui ukuran PH dan suhu silahkan lihat di sini tempat hidup cacing, apabila alat pengukur tidak ada kita dapat melakukan pengetesan media dengan cara yang sangat sederhana, yaitu, masukkan bibit sedikit demi sedikit, antara 5-10 ekor bibit. 


Bila media atau sarang tersebut memenuhi syarat, tidak mengandung bahan beracun, zat-zat kimia yang tidak disukai cacing atau PH-nya terlalu tinggi atau terlalu rendah maka cacing tidak akan mau bersarang dan akan tetap berada dipermukaan media. Untuk mengetahui media yang memenuhi syarat untuk hidup cacing silahkan baca di sini media untuk cacing.

Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya media yang demikian diproses lagi (disiram air dan disaring, sampai tidak ada air yang berwarna cokelat menetas). Ingat media harus selalu dalam keadaan basah tetapi tidak tergenang air. Bila tidak, harus dibuatkan kembali media yang baru. 

Untuk mengetahui apakah media sudah memenuhi syarat atau belum bila dalam waktu 12 jam cacing tetap tenang di dalam media, itu menandakan bahwa cacing tetap betah dan cocok hidup di media tersebut. Kemudian hamparkan bibit cacing yang lain secara merata di atas media. Setelah itu tutup bak-bak tersebut dengan menggunakandaun pisang, kertas Koran atau plastik, yang bertujuan untuk mengurangi penguapan dan sinar matahari.

Setiap bak berupa ember plastik atau besek berukuran 50 x 40 x 30 cm dapat menampung kurang lebih 1 ons bibit cacing atau sekitar 100-130 ekor bibit. Sebagai perbandingan, dari referensi sebuah media (Koran) seorang peternak menebarkan bibit cacing tanah sebanyak 0,50 kg untuk bak ukuran 1 meter persegi.

Pakan Cacing Tanah
Walaupun media atau sarang juga berfungsi sebagai sumber makanan akan tetapi dengan berkembangnyacacing perlu juga diberi makan tambahan dan perlu diperhatiakn bahwa cacing tanah adalah binatang yang senang makanan yang ada dipermukaan sarangnya. Cacing tanah menghabiskan   makanan sama dengan berat badannya dalam 24 jam. 

Porsi makanan yang diberikan menggunakan pola makanan sama dengan berat badan cacing dalam 24 jam, jika dalam satu bak terdapat 1 ons cacing, maka porsi makanan adalah 1 ons dalam 24 jam. pemberian pakan diusahakan dalam bentuk larutan/bubur, dengan perbandingan air: makanan = 1 : 1.
Selama sarang atau media tersebut masih memenuhi syrata sebagai sumber makanan, makanan tambahan tidak perlu diberikan. Tetapi biasanya setelah 1 (satu) bulan, diberikan pakan tambahan.

Pemberian makanan, yang paling ekonomis adalah pemberian makanan yang berupa sampah organic atau sampah dapur, kotoran ternak (ayam, sapi, kerbau, kelinci). Kotoran yang dipakai untuk pakan sebaiknya yang sudah matang, karena kotoran yang masih segar masih mengalami proses penguraian sehingga masih panas. Perlu didiamkan beberapa hari dulu supaya menjadi matang. Dianjurkan memberikan makanan secara bertahap, jangan sekaligus. Karena bila terlalu banyak bisa menyebabkan temperature menjadi naik dan cacing tanah bisa mati.

Untuk produksi kokon (telur), pakan yang diberikan dapat berupa satu macam kotoran hewan yang sudah matang tanpa campuran apapun atau kotoran hewan dengan kompos hijau (dari tanaman atau daun-daunan) denagn perbandingan 30:70.

Untuk menghasilkan cacing tanah yang gemuk, maka pakan harus terdiri atas kotoran hewan dicampur kompos hijauan dengan perbandinagn 2:1 atau dapat juga diberikan kompos hijauan dengan bubur kertas bekas, denagn perbandingan 1 : 1.

Untuk meningkatkan kualitas cacing, bahan makanan bisa ditambahkan dari campuran dedak atau konsentrat yang juga dihancurkan. Makanan ini perlu dihancurkan agar bercampur dengan media (lapisan) yang menjadi tempat berkembangnya cacing.

Yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada cacing tanah adalah sebagai berikut:


  • Pakan yang berupa kotoran ternak dimasukkan ke dalam wadah kemudian dicampur dengan air dan diaduk sehingga hancur berupa bubur.
  • Bubur pakan ditaburkan merata tipis-tipis diatas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media, sekitar 2-3 cm dari tepi wadah/bak tidak ditaburi pakan.
  • Seluas yang ditaburi pakan ditutupi dengan plastik atau pelepah pisang yang tidak tembus cahaya.
  • Lakukan pemeriksaan besoknya, apakah pakan itu habis dimakan atau tidak. Untuk pemberian pakan berikutnya, apabila masih tersisa terlebih dahulu harus diaduk dan jumlah pakan yang diberikan dikurangi.
  • Pekerjaan pemberian pakan, dilakuakn tiap hari sampai cacing tanah itu dipanen


Perkembangbiakkan Cacing Tanah
Cacing tanah adalah hewan yang memiliki dua kelamin dalam satu tubuh, jantan dan betina (hermaphrodite), akan tetapi tak dapat membuahi dirinya sendiri. Pembuahan tidak akan terjadi tanpa adanya bantuan cacing lain. Perkawinan dilakukan dengan cara meletakkan bagian belakang denagn posisi yang saling berlawanan dan diperkuat dengan seta.  

Pada saat itu klitelium (alat kelamin) masing-masing mengeluarkan lendir untuk melindungi spermatozoa yang dihasilkan oleh alat kelamin jantan masing- masing spermatozoa lalu masuk kedalam kantung penampung sperma dari pasangannya, selanjutnya membentuk selubung cocon (telur cacing) yang bergerak ke arah mulut.

Pada waktu melalui lubang penampungan sperma masuklah spermatozoa ke dalam cocon dan terjadilah pembuahan, selubung cocon harus bergerak ke arah mulut hingga terlepas dari cacing tanah dan membentuk cocon. Cocon kemudian dilatakkan di tempat yang lembab dan akan menetas dalam waktu 14-21 hari kemudian.

Setiap cocon menghasilkan antara 4-7 ekor cacing. Cacing tanah menjadi dewasa setelah berumur 2-3 bulan dan siap berkembang biak. Setiap 7-10 hari cacing tanah akan menghasilkan 1-2 cocon. Diperkirakan seekor cacing tanah akan menghasilkan 1000 ekor anak dalam setahun. Dari beberapa referensi menyebutkan perkembangbiakkan cacing tanah yang diternakkan relative lebih produktif, berbeda dengan  di alam bebas, yang banyak mengalami gangguan binatang lain.
Cara Pemeliharaan Cacing Tanah
Cacing tanah merupakan binatang yang takut akan sinar, karena itu wadah berupa bak harus ditempatkan pada tempat yang teduh dan jika perlu ditutup, terutama pada siang hari. Apabila menggunakan bak permanen  sebaiknya pembuatan bak ditempat teduh, misalnya dibawah pohon dan diberi pelindung atap genteng, supaya tidak kena hujan dan sinar matahari langsung.

Di dalam pemeliharaan, sarang atau media cacing tanah harus dijaga kelembapannya, dengan cara diperciki air setiap hari. Penyiraman diupayakan agar air tidak tergenang dan setelah itu bak-bak selelu ditutup dengan daun pisang., plastik kertas Koran atau karung goni yang telah dibasahi. Disamping itu, pemeliharaan yang perlu dilakukan adalah menghindarkan cacing dari gangguan binatang seperti semut, cecak, tikus, lintah, kecoa, dll. 

Dengan penyiraman dan penggemburan dapat menghindarkan cacing dari gangguan tersebut, atau bak-bak dapat ditutup denagn kasa yang halus. Bila menggunakan bak dari ember plastic, besek yang berada di rak tersusun, untuk menghindari semut, kaki rak diberi tatakan (mangkok, yang diisi olie, air atau serbuk kapur anti semut).

Setelah dua minggu dari masa peletakkan pertama, induk-induk cacing dipindahkan ke media lain sambil menanti kokon-kokokn itu menetas.  Begitu juga setiap 2 minggu berikutnya, induk-induk cacing yang sudah bertelur dipindahkan ke media lain. Perlakuan ini juga untuk anak-anak cacing yang telah berusia 3,5 bulan dan mulai bertelur. Cara memindahkan induk cacing bisa denagn cara langsung mengaduk-ngaduk media dalam “kandang”, bisa juga dengan meletakkan makanan di salah satu sudut kandang hingga induk cacingakan mudah berkumpul dan mudah dipindahkan.

Selama masa pemeliharaan, cacing-cacing itu dibagi dalam beberapa fase.
Fase pertama  : perkembangan , dimulai sejak kokon (telur) menetas menjadi anak cacing hingga usia 2,5 bulan atau 3,5 bulan. Pada usia ini cacing bisa dijual untuk indukan atau bibit.
Fase kedua: usia 4 sampai 7 bulan, yang merupakan masa produktif cacing menghasilkan kokon.
Fase ketiga : usia 7 bulan ke atas, yang sudah tidak produktif lagi.

Cacing-cacing dalam ketiga fase itu semuanya laku dijual dan tentu saja harganya berbeda-beda. Cacing pada fase pertama, biasanya dikonsumsi oleh para peternak cacing untuk  dijadikan indukan. Sedangkan cacing usia fase kedua, lebih banyak dikonsumsi untuk pabrik obat. Dan cacing usia fase ketiga dipakai untuk makanan (pellet) ikan lele. Kalau untuk campuran bahan kosmetik, biasanya dimabil dari usia 4 bulan ke atas, karena kadar crude oil-nya cukup baik.

Hama Cacing Tanah
Selain pemeliharaan  yang telah diuraikan diatas, ada satu hal yang tidak kalah penting adalah pemeliharaan untuk menghindari cacing dari hewan pengganggu,  seperti kodok, ayam, tikus, semut, kelabang, lintah dan lain-lain. Hama – hama tersebut dapat menghabiskan cacing-cacing atau kokon yang ada denagn berbagai cara, sehingga dapat menggagalkan usaha budidaya ini.

Kodok/katak
Salah satu makanan yang  disukai katak adalah cacing, yang perlu diwaspadai apabila ruangan yang digunakan untuk beternak dihalaman yang menggunakan landing dari bak tembok, untuk mencegah agar katak tidak dapat meloncat masuk kandang, sebaiknya kandang diberi tutup kawat kassa dengan lubang yang agak lebar, supaya sirkulasi udara kandang tetap terjaga, tetapi katak tidak dapat masuk ke dalam bak. Berbeda hal nya, bila menggunakan ruangan ( iin door), hal ini kemungkinan katak masuk rumah/ruangan sangat kecil.

Ayam
Demikian pula perlakuan untuk menghindari agar ayam tidak dapat masuk kandang cacing, untuk bak permanen yang tentu saja mudah bagi ayam untuk memangsa cukup aman bagi ayam untuk bisa mengganggu.

Tikus
Baik lokasi ternak diluar maupun didalam ruangan, kedua-duanya sangat memungkinkan bagi tikus, yang merupakan salah satu musuh cacing tanah ini, untuk lokasi yang ada didalam ruangan, denagn system rak susun, paling tidak akan terhindar dari seranagn tikus, namun perlu juga dipuyakan dipinggir-pinggir lantai ruangan bisa ditaburkan kamper/kapur barus, dengan bau kamper dapat menghindari adanya tikus. Usaha lain dapat memasang perangkap tikus dari bahan lem atau jepitan tikus, atau bisa juga menggunakan serbuk racun tikus.

Semut 
Predator yang satu ini, memiliki kelebihan pada penciuman, sehingga apabila ada bau cukup merangsang bagi penciuman semut, dalam waktu yang singkat, semut-semut akan berdatangan. Namun usaha pencegahan terhadap semut ini, relative gampang, yakni dengan cara setiap kaki rak susun diberi tatakan plastic kenudian di isi olie atau bisa menggunakan solar, minyak goring.

Kelabang atau lintah
Untuk menghindari hewan pengganggu seprti kelabang dan lintah, dapat diusahakan dengan cara sering menyirami media, dan bila perlu diatas media diberi daun tembakau.

Sumber Buku : Budidaya CACING TANAH LUMBRICUS RUBELLUS, Penerbit CV. ANEKA Solo
Sumber Gambar : http://www.celagrid.org


Tidak ada komentar:

Posting Komentar